Warga Kembang Janggut Desak Normalisasi Sungai Belayan Akibat Banjir Berulang

tajukmedia.id

Warga Kembang Janggut Desak Normalisasi Sungai Belayan Akibat Banjir Berulang
Sedimentasi yang menumpuk di Sungai Belayan, urat nadi kehidupan warga Kembang Janggut, kini berubah menjadi ancaman. (Foto: Dok. Warga)

Tenggarong, Rabu 20 November 2024 – Suara gemeretak kayu jembatan kecil di Desa Kelekat menggema setiap kali warga menapakinya. Sungai Belayan yang dulunya menjadi tumpuan kehidupan kini berubah menjadi ancaman. Sedimentasi sepanjang 4,6 kilometer menyumbat aliran air, memaksa masyarakat menghadapi banjir yang tak pernah terjadi sebelumnya, bahkan di kawasan permukiman yang dulunya aman.

Ferdy, Kepala Urusan Umum Desa Kelekat, menceritakan perubahan dramatis itu dengan nada cemas. “Dulu rumah kami yang di dataran tinggi tidak pernah terendam, tapi sekarang setiap kali hujan, air naik sampai masuk ke rumah,” ujarnya pada Rabu (20/11/2024). Ia mengungkapkan bahwa sedimentasi sungai adalah penyebab utama, namun belum ada tindakan berarti untuk mengatasinya.

Setiap hujan deras, air bah merangsek ke permukiman, merusak rumah, dan menghambat aktivitas ekonomi. Para petani sawit kesulitan mengangkut hasil panen, sementara nelayan kehilangan tangkapan karena sungai yang dangkal dan arus yang kacau. “Kami bergantung pada sungai ini, tetapi sekarang kami justru takut pada banjir yang dibawanya,” kata Yus, salah satu warga, dengan nada putus asa.

Desa Kelekat dan Bukit Layang kini bersatu menyuarakan permintaan normalisasi sungai kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun, meski desakan terus meningkat, belum ada tindakan konkret. “Kami sudah menyusun gagasan, tetapi belum menyerahkannya secara resmi. Harapan kami, pemerintah segera merespons,” tambah Ferdy.

Bagi masyarakat Kembang Janggut, Sungai Belayan bukan sekadar aliran air. Ia adalah jalur transportasi, sumber ekonomi, dan bagian dari identitas mereka. Kepala Desa Bukit Layang, Silferius Sudi, menegaskan perlunya tindakan segera. “Normalisasi sungai membutuhkan dukungan hukum dan keputusan dari pemerintah kabupaten. Kami berharap itu segera diwujudkan,” katanya.

Namun, waktu tidak berpihak pada mereka. Setiap hujan membawa risiko lebih besar, mengancam keberlanjutan hidup warga yang menggantungkan ekonomi mereka pada sungai.

Situasi kritis ini melahirkan pertanyaan besar: kapan tindakan nyata akan diambil? Data terbaru tentang sedimentasi yang terus meningkat menjadi alarm yang harus segera direspons. Dengan ancaman banjir yang semakin memburuk, masyarakat Desa Kelekat, Bukit Layang, dan sekitarnya memandang sungai ini sebagai harapan yang mulai memudar.

“Kami hanya ingin hidup kami kembali normal. Kami ingin sungai ini menjadi tempat yang memberi, bukan yang merenggut,” ungkap Yus, mewakili aspirasi banyak warga. Sungai Belayan, urat nadi mereka, kini butuh keajaiban untuk kembali pulih. Namun, tanpa tindakan konkret, harapan itu akan terus tersendat di antara lumpur dan sedimentasi yang kian menyesakkan. (ADV/ED3)

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Ads - Before Footer