TENGGARONG – Dulu suara yang mendominasi adalah dentuman alat berat tambang, kini yang terdengar adalah percikan air dan riuh aktivitas di keramba. Desa Embalut, Kecamatan Tenggarong Seberang, tengah menulis ulang takdirnya. Dari desa tambang menjadi sentra perikanan air tawar yang produktif, tangguh, dan menjanjikan.
Dengan produksi mencapai 2 ton ikan segar per hari, desa ini telah membuktikan bahwa masa depan ekonomi tak harus bergantung pada sumber daya yang menguras alam. Sebaliknya, mereka memilih jalan yang lebih berkelanjutan—budidaya ikan air tawar.
“Warga kami sudah terbiasa mengirim ikan ke berbagai pasar. Bahkan saat daerah lain kena serangan penyakit ikan, kami masih bisa produksi stabil,” kata Kepala Desa Embalut, Yahya, Kamis (13/3/2025).
Perikanan bukanlah hal baru bagi warga Embalut. Jauh sebelum tambang mulai redup, mereka telah mengelola keramba-keramba sederhana yang kini menjelma jadi ladang cuan. Rata-rata peternak bisa meraih penghasilan bersih Rp15 hingga Rp20 juta per bulan, dan bagi yang serius—dengan puluhan kotak keramba—angka itu bisa naik hingga Rp30 juta.
Namun perjalanan ini tidak tanpa tantangan. Penyakit ikan seperti Bangar dan KHP menghantui banyak sentra perikanan di Kukar. Tapi warga Embalut punya ‘jurus sendiri’ yang mereka tempa dari pengalaman panjang, bukan dari buku atau ruang kuliah.
“Kami kembangkan teknik sendiri, hasil uji coba lapangan. Belum tentu diajarkan profesor,” ujar Yahya bangga.
Berbeda dari daerah yang menunggu lahan bekas tambang untuk dimanfaatkan, perikanan Embalut tumbuh secara mandiri. Warga mengelola sumber air alami, membangun usaha dari bawah, dan kini menikmati hasilnya.
Lebih dari sekadar ganti profesi, ini adalah pergeseran paradigma: dari ketergantungan menuju kemandirian, dari eksploitatif menjadi produktif. Banyak mantan pekerja tambang yang kini mantap menjadi petani ikan.
“Saya selalu bilang, jangan bergantung pada tambang. Kita harus punya usaha sendiri. Dan perikanan ini jawabannya,” tutur Yahya.
Ke depan, Yahya berharap sektor ini tidak hanya bertumpu pada penjualan ikan segar. Ia mendorong warga untuk naik level—mengembangkan produk olahan seperti abon ikan, kerupuk, hingga sambal berbasis ikan lokal.
Embalut kini tidak lagi sekadar dikenal karena masa lalunya sebagai desa tambang, tapi sebagai contoh masa depan desa-desa lain yang berani memilih jalan baru. Jalan yang lebih ramah lingkungan, lebih memberdayakan, dan tentu saja, lebih menjanjikan. (adv/ed3)