TENGGARONG – Bayangkan harus mengeluarkan lebih dari Rp100 ribu hanya untuk sampai ke kantor camat. Itulah kenyataan yang dihadapi warga desa-desa bagian bawah di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. Meski semua layanan administrasi telah digratiskan oleh pemerintah, biaya transportasi tetap menjadi beban berat yang tak bisa dihindari.
Camat Tenggarong Seberang, Tego Yuwono, mengungkapkan bahwa kondisi geografis yang sangat luas membuat sebagian besar warga harus menempuh jarak jauh hanya untuk mengurus dokumen kependudukan. Hal inilah yang mendorong munculnya gagasan pemekaran wilayah kecamatan sebagai solusi strategis.
“Warga dari Loa Lepu, Loa Ulung, Teluk Dalam, hingga Loa Pari dan Loa Raya harus naik ojek puluhan kilometer ke kantor camat di L2. Itu berat, meskipun biayanya bukan pungutan layanan, tapi ongkos transportasi,” ujar Tego, Jumat (14/3/2025).
Usulan pemekaran ini bukan hal baru. Telah lama menjadi aspirasi masyarakat, kini langkah-langkah konkret mulai terlihat. Salah satunya adalah keberhasilan pemekaran Desa Bangunrejo yang kini telah resmi menjadi Desa Sumber Rejo, lengkap dengan penunjukan penjabat kepala desa untuk memulai struktur administrasi awal.
“Ini adalah bagian penting untuk memenuhi syarat terbentuknya kecamatan baru. Setelah Sumber Rejo, kita menunggu finalisasi pemekaran Desa Bukit Pariaman menjadi Desa Pariaman Makmur,” jelasnya.
Proses tersebut, kata Tego, telah dibahas di tingkat kecamatan dan kabupaten dan saat ini tinggal menunggu keputusan dari Pemprov Kaltim. Jika terealisasi, maka Kecamatan Tenggarong Seberang akan segera memiliki wilayah turunan baru yang lebih dekat dengan pelayanan dasar.
Meski prosesnya panjang dan harus mengikuti regulasi ketat, pemerintah kecamatan terus mendorong percepatan dengan menyiapkan data kependudukan, termasuk penyesuaian alamat KTP warga agar sesuai dengan rencana pemekaran.
“Kami tidak bisa memutuskan sendiri, tapi kami terus kawal agar semua proses administrasi sesuai aturan. Kalau semua terpenuhi, kita hanya tinggal tunggu lampu hijau dari pemerintah provinsi,” ujar Tego.
Bagi masyarakat, pemekaran bukan soal birokrasi, tetapi soal hak atas layanan yang mudah dan terjangkau. Sebuah harapan agar mereka tak lagi harus membayar mahal hanya untuk mengurus dokumen dasar seperti KTP atau KK.
“Kami hanya ingin warga kami bisa dilayani dengan lebih baik dan dekat. Pemekaran ini bukan ambisi, tapi kebutuhan,” pungkas Tego, penuh keyakinan. (adv/ed3)