Tenggarong, Selasa 26 November 2024 – Di sebuah rumah kecil di Sebulu, seorang ibu paruh baya duduk dengan wajah muram. Setiap batuk yang terdengar dari kamar anaknya menyayat hati, bukan hanya karena rasa sakit yang dirasakan sang anak, tetapi juga karena ketakutan akan stigma yang telah lama membelenggu keluarga mereka. Di balik angka statistik dan laporan medis, inilah kenyataan pahit yang dihadapi ribuan warga Sebulu yang hidup dengan Tuberkulosis (TBC).
Namun, sejak 2022, secercah harapan muncul lewat inovasi kesehatan yang digagas oleh Puskesmas Sebulu 1. Program bernama BESTIE KU TBC (Bersama Terintegrasi Mendukung Eliminasi TBC) hadir tidak hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga memulihkan martabat para penderita yang kerap tersisih.
“BESTIE KU TBC bukan sekadar tentang obat, ini tentang menyentuh hati manusia,” ujar Nuryani R.A., perawat senior sekaligus penggagas program tersebut. Dalam sebuah wawancara, Nuryani menjelaskan bagaimana program ini dirancang untuk memutus siklus kelam TBC yang telah bertahun-tahun menjadi momok di Sebulu.
Sebelum BESTIE KU TBC diterapkan, TBC di Sebulu seperti pertempuran tanpa akhir. Tingkat penyebaran yang tinggi, rendahnya angka kesembuhan, dan stigma sosial membuat banyak penderita memilih bungkam. Banyak pasien menghentikan pengobatan di tengah jalan karena rasa malu atau ketakutan akan biaya yang tidak mampu mereka tanggung.
“Dulu, stigma lebih menyakitkan daripada penyakit itu sendiri,” kenang seorang kader kesehatan.
BESTIE KU TBC hadir membawa pendekatan yang menyeluruh dan terintegrasi. Program ini berfokus pada empat pilar utama:
1. Edukasi Kader Desa: Kader desa dilatih untuk melacak kasus, mendampingi pasien, dan memastikan kepatuhan terhadap pengobatan. Mereka menjadi jembatan antara layanan kesehatan dan masyarakat yang sebelumnya enggan mencari bantuan.
2. Pendekatan Personal: Dokter spesialis paru-paru hadir secara rutin di puskesmas untuk memberikan perawatan intensif, terutama bagi kasus yang kompleks.
3. Kolaborasi Lintas Sektor: Pemerintah Kecamatan Sebulu, kepala desa, hingga Dinas Kesehatan Kukar bersatu mendukung pelaksanaan program ini, menciptakan sinergi yang memastikan keberlanjutan program.
4. Dukungan Moral dan Sosial: Selain menjadi pelacak kasus, kader juga berperan sebagai pendamping emosional bagi pasien, menghapus rasa kesendirian mereka selama masa pengobatan.

Hasilnya luar biasa. Dalam waktu dua tahun, tingkat deteksi kasus TBC meningkat tajam, dan angka keberhasilan pengobatan terus menunjukkan tren positif. Sanitasi lingkungan yang sebelumnya menjadi salah satu penyebab utama penyebaran TBC juga mulai ditingkatkan melalui kerja sama dengan pemerintah desa.
Program ini bahkan meraih penghargaan di Pekan Inovasi Daerah 2022, mengukuhkan Puskesmas Sebulu 1 sebagai pelopor inovasi kesehatan di Kukar.
Sekretaris Camat Sebulu, Buyung Sasmita, memberikan apresiasi tinggi terhadap program ini. “BESTIE KU TBC bukan hanya tentang kesehatan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif. Ini adalah solusi sosial yang menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat,” katanya.
BESTIE KU TBC sejalan dengan visi besar Kabupaten Kutai Kartanegara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD): menciptakan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Dengan target eliminasi TBC pada 2030, program ini membawa optimisme besar bagi masa depan kesehatan masyarakat.
“Ini bukan hanya impian. Dengan kerja sama antara pemerintah, kader kesehatan, dan masyarakat, kita yakin TBC dapat dieliminasi,” tutup Nuryani dengan penuh keyakinan.
Melalui semangat lokal “Betulungan Etam Bisa,” program BESTIE KU TBC tak hanya menyembuhkan, tetapi juga membangun kembali rasa percaya diri dan kebersamaan. Di tengah tantangan yang besar, Sebulu membuktikan bahwa harapan selalu ada bagi mereka yang berani melangkah bersama. (ADV/ED3)