Tenggarong, Kamis 21 November 2024 – Mangkurawang Darat, sebuah desa yang baru saja mekar dari Kelurahan Mangkurawang, menyimpan kisah perjuangan panjang warganya. Di balik harapan besar akan kemandirian administratif, terdapat tantangan-tantangan nyata yang menuntut keberanian dan kerja keras untuk diatasi. Dengan populasi yang menggantungkan hidup pada lahan pertanian subur, desa ini menjadi potret bagaimana sebuah komunitas berjuang demi pengelolaan potensi lokal yang lebih baik.
Mangkurawang Darat terbentuk setelah pemisahan lima RT—RT 13 hingga RT 17—dari Kelurahan Mangkurawang. Secara geografis, desa ini berada di antara dua desa tetangga, *Rapak Lambur* dan *Bendang Raya*, yang selain strategis juga menyimpan potensi sengketa wilayah. Penetapan tapal batas menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah desa agar langkah awal kemandirian ini tidak terganjal konflik administratif.
Menurut Lurah Mangkurawang, Ardiansyah, aspirasi warga untuk memekarkan wilayah sudah terdengar sejak lama. “Masyarakat ingin wilayah ini mandiri. Dengan pemekaran, kami harap potensi besar yang dimiliki, terutama di sektor pertanian, bisa dikelola lebih maksimal,” ungkapnya, Kamis (21/11/2024).
Mangkurawang Darat dikenal memiliki lahan pertanian yang subur, tempat tumbuhnya padi, jagung, dan komoditas perkebunan lain. Namun, status baru ini datang bersama kebutuhan mendesak akan infrastruktur. Jalan desa, irigasi, dan sarana Pendidikan menjadi sorotan utama karena tanpa itu, potensi besar pertanian akan sulit berkembang.
Rudi, seorang petani lokal, berharap pemekaran ini membawa angin segar bagi pembangunan infrastruktur. “Kami butuh jalan yang layak dan irigasi yang memadai. Dengan dana desa yang lebih terfokus, kami percaya potensi pertanian bisa dikelola lebih baik,” katanya dengan optimisme.
Di sisi lain, proses administratif seperti penetapan tapal batas menjadi tantangan yang tidak kalah berat. Konflik batas wilayah sering kali menjadi penghalang bagi desa-desa baru untuk berkembang. Pemerintah desa, bersama *Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD)* dan tim teknis, tengah bekerja keras untuk memastikan tapal batas ditetapkan secara sah dan adil.

“Proses penetapan ini sangat penting untuk mencegah konflik di masa depan. Kami berkomitmen menyelesaikannya secepat mungkin dengan dukungan berbagai pihak,” tegas Ardiansyah.
Mangkurawang Darat kini berada di titik awal dari perjalanan panjang menuju desa mandiri. Dukungan pemerintah daerah menjadi krusial, baik dalam aspek administratif maupun pembangunan infrastruktur. Warga berharap status desa ini membawa akses yang lebih baik terhadap program-program pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Namun, lebih dari sekadar pembangunan fisik, keberhasilan pemekaran ini juga bergantung pada bagaimana masyarakat bersama-sama menjaga dan mengelola potensi lokal. Ardiansyah menyampaikan keyakinannya, “Kami optimistis, dengan Mangkurawang Darat sebagai desa mandiri, potensi pertanian dan sektor lainnya dapat berkembang lebih pesat.”
Mangkurawang Darat bukan hanya sebuah nama baru di peta administrasi, tetapi juga simbol dari harapan dan perjuangan masyarakatnya. Keberhasilan desa ini akan menjadi bukti bahwa kemandirian administratif dapat membuka pintu bagi percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan. Namun, jalan menuju masa depan itu hanya bisa tercapai jika tantangan-tantangan yang ada mampu diatasi dengan kerja sama dan semangat pantang menyerah. Bagi Mangkurawang Darat, perjalanan baru ini baru saja dimulai, dan masyarakatnya bersiap menulis cerita keberhasilan mereka sendiri. (ADV/ED3)