TENGGARONG – Di pagi yang tenang di pesisir Muara Badak, suara debur ombak bersaing dengan canda anak-anak sekolah yang sedang studi lapangan. Mereka berjejer di pinggir tambak, menyaksikan langsung proses budidaya kerang dari benih hingga siap panen. Inilah wajah baru Muara Badak: kampung yang menjadikan kerang sebagai pintu masuk wisata edukatif dan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya kerang di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini kini tak lagi sekadar usaha ekonomi tradisional. Berkat inisiatif warga dan dukungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kukar, tambak-tambak kerang telah bertransformasi menjadi laboratorium alam terbuka, tempat belajar tentang laut, pangan, dan kemandirian ekonomi.
“Anak-anak sekarang bisa lihat langsung. Mereka tidak hanya tahu kerang itu enak dimakan, tapi juga paham bagaimana proses membesarkannya,” ungkap Ahmad, petani kerang lokal yang dengan senang hati menjadi pemandu dadakan bagi para siswa, Kamis (29/5/2025).
Konsep wisata ini berkembang secara organik. Tidak ada skema mewah, hanya semangat kolektif dan dorongan untuk menjaga warisan laut tetap hidup. Sekretaris DKP Kukar, Fadli, menegaskan bahwa pendekatan ini sejalan dengan pengembangan kawasan pesisir yang inklusif dan berkelanjutan.
“Budidaya kerang itu bisa jadi alat edukasi sekaligus penguat ekonomi lokal. Satu langkah kecil, tapi dampaknya bisa luas,” jelas Fadli.
Dampak itu kini mulai terasa. Sejumlah usaha kuliner berbasis hasil laut bermunculan. Perempuan desa mengolah kerang menjadi aneka makanan ringan. Anak-anak muda menyewakan perahu dan menjadi pemandu wisata. Ekosistem baru ini tak hanya meningkatkan pendapatan warga, tapi juga membangun kebanggaan terhadap kearifan lokal.
Tak berhenti di situ, pemerintah daerah tengah mempersiapkan integrasi pelatihan budidaya dengan promosi wisata. Branding sebagai “Kampung Wisata Kerang” pun tengah digarap, agar Muara Badak bisa jadi contoh bagi kecamatan pesisir lainnya.
Dari muara kecil di Kutai Kartanegara, sebuah pelajaran besar tersampaikan: bahwa pembangunan tak selalu harus spektakuler. Kadang, cukup dengan mengenali dan merawat apa yang sudah ada—seperti kerang, yang kini menjadi lambang harapan dan perubahan bagi Muara Badak. (adv/ed3)