Tenggarong, Senin 18 November 2024 – Deru gimar mengalun dari Halaman Parkir Stadion Rondong Demang, seolah menyimpan pesan penting: budaya Dayak adalah identitas yang tak boleh lekang oleh waktu. Pada Sabtu (16/11/2024), Festival Seni dan Budaya Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) resmi ditutup, menandai akhir tiga hari perayaan penuh warna yang memadukan tradisi dan kreativitas modern.
Di balik kemeriahan festival, ada tantangan besar yang tersirat. Kedekatan geografis Kutai Kartanegara (Kukar) dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) membawa angin perubahan yang tak terhindarkan. “Adat dan budaya suku Dayak adalah aset yang sangat berharga. Kita perlu menjaganya agar tetap menjadi kebanggaan dan daya tarik wisata,” ujar Plt Kepala Dinas Pariwisata Kukar, Sugiarto, dalam sambutannya.
Penutupan festival ditandai dengan pemukulan gimar oleh Sugiarto bersama Ketua PDKT Kukar Hj Maria Ester, Sekretaris Dispora Kukar Safliansyah, dan Sekretaris Kesbangpol Kukar Sutrisno. Kegiatan ini menjadi puncak dari serangkaian acara yang merayakan kekayaan budaya Dayak, mulai dari lomba tari, olahraga tradisional, hingga masakan berbahan dasar ketan dan ubi.

Ketua PDKT Kukar, Hj Maria Ester, dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah mendukung keberlangsungan festival ini. Ia menggarisbawahi pentingnya dukungan dari pemerintah daerah untuk keberlanjutan acara serupa di masa depan.
“Festival ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga cara kita memperkenalkan budaya Dayak kepada generasi muda. Dengan dukungan lebih besar, saya berharap acara seperti ini bisa terus menjadi wadah pelestarian seni dan budaya kita,” ujarnya penuh harap.
Acara ini bukan hanya tentang seni dan budaya, tetapi juga tentang membangun kebanggaan masyarakat Kukar akan warisan leluhur mereka. Hadiah bagi para pemenang lomba dan penghargaan kostum adat terbaik menambah semarak suasana, namun pesan utama festival ini tetaplah sama: budaya Dayak adalah akar yang harus dijaga di tengah derasnya arus modernisasi.
Di tengah penutupan yang meriah, tersimpan pesan mendalam. Festival Seni dan Budaya Dayak bukan sekadar panggung hiburan, tetapi juga cermin identitas. Ketika gimar terakhir dipukul, harapan pun terpatri – agar tradisi ini terus hidup, menjadi penanda eksistensi dan kebanggaan Dayak di masa depan. (ADV/ED3)